Kamis (21/5), SMAN 10 Samarinda yang kini dikepalai oleh bapak Sutrisno, M.Pd. mendistribusikan paket bantuan sosial kepada siswa terdampak ekonomi Covid-19 yang berada di sekitar sekolah.Terima...
Mari kawan-kawan kita simak bersama, adakah desa/kecamatan pada kabupaten/kota anda yang masuk dalam Daerah Khusus Berdasarkan Kondisi Geografis yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebuday...
Mandikbud melakukan Open House hari ke-2 melalui group Telegram HIPPER dengan alamat https://t.me/gurupenggerak pada hari Minggu, 28 Juni pukul 20.00 WITA dengan tema sederhana yakni "Apa itu 4C...
Menyikapai Siaran Pers Mendikbud Nadiem Makarim Nomor 137/SIPRES/A6/vi/2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19: Satuan Pendidikan di Zona Kuning, Oranye dan Merah Dilarang Melakukan Pembelajaran Tatap Muka, Indra Charismiadji mengatakan "Ini Seperti Daur Ulang Kebijakan" yang sebenarnya tidak ada yang signifikan berubah dari sebelumnya, bahkan katanya lagi menyitir ungkapan yang banyak disampaikan oleh para pengamat lainnya bahwa "Merdeka Belajar = Indonesia Terserah".
Indra Charismiadji mengapresiasi kebijakan mendikbud dalam siaran persnya yang sudah cukup TEGAS sekali menyatakan bahwa :
Tahun Ajaran Baru tetap berlangsung di bulan Juli dan tidak berubah serta tidak bergeser ke bulan Januari seperti wacana yang banyak beredar
Secara tegas pula ditekankan bahwa HANYA yang ZONA HIJAU saja yang dapat melaksanakan pembelajaran Tatap Muka.
Protokol kesehatan harus tetap diperhatikan hingga pengaturan jarak antar siswa saat berada disekolah dst.
Namun, Indra juga menyayangkan dalasm kebijakan kali ini yang melibatkan banyak kementerian dalam pembahasannya, tidak ada yang signifikan terkait kebijakan yang bisa diambil dengan dukungan lintas kementerian.
Sebut saja kebijakan Tol Langit dari Kementerian Komunikasi dan Informasi yang tidak terkoneksi dengan kebijakan pendidikan saat ini. Contoh lain kebijakan BUMN tidak terlihat yang mengarah kepada dukungan terhadap proses Belajar Dari Rumah (BDR).
Bahkan JUDUL besar dari kebijakan kali ini, isinya hanya fokus pada bagaimana JIKA tatap muka berlangsung disekolah, sangat kecil bahkan tidak ada yang menyinggung bagaimana mempersiapkan bagaimana belajar dari rumah dapat dilangsungkan.
Hasil kajian dan info grafis mengenai evaluasi BDR selama 3 bulan ini yang sudah dikeluarkan Kemendikbud melalui Direktorat terkait sepertinya tidak disinggung dan dijadikan bahan dalam pengambilan kebijakan kali ini. Mengapa?
Padahal kita dapat membaca hasil evaluasi yang beredar jelas sekali menyatakan mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan BDR yang dialamai tidak hanya guru dan sekolah, tetapi juga dialami oleh siswa dan orang tua, mulai dari Akses dan keterbatasan koneksi/jaringan, listrik dan pendukung pembelajaran daring maupun luring lainnya.
Tidak ada disinggung bagaimana gurunya mengelola pembelajaran, bagaimana siswa dibawah bimbingan orang tua belajar dirumah, dan lain sebagainya. Nampak sekali Kemendikbud belum memanfaatkan hasil evaluasi BDR, dan nampak sekali juga Cetak Biru (blue print) pendidikan belum dimiliki. Meskipun ada "Peta Jalan", namun Indra melihat peta jalan yang dimiliki Kemdikbud seperti sebuah PETA BUTA, yang tidak ada starting poinnya dimana dan kemana harus menuju serta bagaimana proses menuju ketititik tujuan tersebut. Seperti halnya aplikasi online semisal Grab, Gojek dan Uber yang saat dipesan selalu diminta menentukan titik penjemputan dan titik berakhir atau pengantarannya dimana ?
"Peta Buta" yang disebut Indra ini juga diperkuat dengan tidak masuknya Organisasi Penggerak dalam Renstra Kemdibud, padahal ini sudah didengungkan bahkan Organisasi Penggerak sudah dikumpulkan di mobilisasi, bisa jadi kebijakan Organisasi Penggerak ini dicoret dari daftar kebijakan strategis Kemdikbud.
Lantas ketikia disinggung mengenai apa yang harus dilakukan Sekolah, Guru, Siswa, Orang Tua dan pemerintah daerah, Indra mengatakan bahwa dalam ranah kebijakan tidak ada yang bisa kita lakukan seperti masalah Akses Jaringan, yang kita bisa lakukan adalah yang seperti sudah dilakukan HIPPER 4.0 dan AGTIFINDO seperti selama ini yakni memberikan pencerahan, melatih guru-guru khsusunya penguasaan kompetensi pedagogisnya termasuk bagaimana orang tua harus menjadi guru dirumah bagi putra-putrinya.
Kebijakan ini juga menimbulkan "polemik" di kalangan guru dan orang tua tatkala, mas menteri menyatakan "menyerahkan" akhir dari kebijakan ini ada pada orang tua. Artinya meskipun zona hijau, ketika orang tua masih menghawatirkan keselamatan dan kesehatan putra-putrinya, maka dapat untuk tidak mengikuti tatap muka yang diselenggarakan sekolah, lalu apa bedanya dengan kebijakan yang ada saat ini?
Untuk lebih jelasnya, silahkan disimak hasil diskusi pada link Video diatas.
Garis khatulistiwa atau ekuator merupakan sebuah garis imajinasi yang berada diantara dua kutub dan paralel terhadap poros rotasi planet. Garis khatulistiwa ini membagi Bumi menjadi dua bagian yakni b...
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim atau lebih dikenal dengan sapaan "Mas Menteri" telah mengeluarkan Surat Edaran atau Siaran PERS Nomor: 408/sipres/A5.3/XII/2019 tentang penetapan Empa...
Laporan PISA 2018 ini menyajikan survei internasional yang komprehensif dan ketat tentang pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan siswa yang mencakup membaca, matematika dan sains, dengan fokus u...