Kamis (21/5), SMAN 10 Samarinda yang kini dikepalai oleh bapak Sutrisno, M.Pd. mendistribusikan paket bantuan sosial kepada siswa terdampak ekonomi Covid-19 yang berada di sekitar sekolah.Terima...
Mari kawan-kawan kita simak bersama, adakah desa/kecamatan pada kabupaten/kota anda yang masuk dalam Daerah Khusus Berdasarkan Kondisi Geografis yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebuday...
Mandikbud melakukan Open House hari ke-2 melalui group Telegram HIPPER dengan alamat https://t.me/gurupenggerak pada hari Minggu, 28 Juni pukul 20.00 WITA dengan tema sederhana yakni "Apa itu 4C...
Himpunan Pendidik Penggerak 4.0 (HIPPER 4.0) bekerjasama dengan AGTIFINDO, APII dan Edutect Madrasah menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang Cetak Biru (blueprint) Pendidikan Indonesia yang berlangsung secara Live Streaming (online) pada hari Selasa, 21 April 2020 pukul 14.00 - 16.30 WIB.
Diskusi ini menghadirkan narasumber dari kalangan legislatif yakni Bapak Ferdiansyah (Komisi X DPR-RI) dan tokoh-tokoh pendidikan nasional lainnya diantaranya Ibu Najelaa Shihab (founder Sekolah Cikal), Bapak Achmad Rizali (Nu Circle) dan Bapak Indra Charismiadji yang dikenal sebagai pengamat dan praktisi pendidikan.
Diskusi diawali oleh paparan Bapak Ferdiansyah mengenai tentang cetak biru pendidikan yang harus dimiliki Indonesia. Pada Rapat Kerja DPR beberapa tahun lalu telah menyampaikan kepada pemerintah untuk segera membuat cetak biru pendidikan namun sayangnya sampai detik ini tetap belum terwujud.
Indonesia memang telah memiliki berbagai Instrumen tentang pendidikan mulai dari puluhan perundangan hingga peraturan pemerintah serta peraturan menteri yang harus diharmonisasi dan dapat dijadikan dasar dalam merancang cetak biru pendidikan tersebut.
Merespons hal tersebut, anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah mengatakan, berdasarkan raker DPR dengan pemerintah yang menginisiasi revisi UU Sistim Pendidikan Basional (Sisdiknas) yang telah masuk PROLEGNAS adalah pemerintah yakni menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. Artinya, ini harus diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
Ferdiansyah juga menuturkan bahwa Nadiem harus segera memulai pekerjaan besar ini karena dikhawatirkan akan terlewatkan oleh agenda lainnya dan tidak terbahas hingga berakhirnya masa jabatan legislatif maupun menteri itu sendiri yang akan menjadi PR berkepanjangan.
"2007 kami sudah menyampaikan untuk membuat cetak biru pendidikan. Tapi tampaknya cetak biru belum berpihak kepada kita, sehingga sampai sekarang cetak biru belum dibuat,". Kita berharap cetak biru ini bisa selesai dalam enam bulan ke depan, sesuai dengan janji Mendikbud Nadiem Makarim beberapa waktu lalu. Ferdiansyah percaya kepada Nadiem, meski saat ini Indonesia tengah mengalami masa darurat covid-19.
Menyinggung masalah revisi UU Sisdiknas, secara umum perubahan Sisdiknas ini harus dapat menggambarkan apa yang diharapkan dari SDM Indonesia 20-30 tahun mendatang dan diterjemahkan dalam cetak biru pendidikan, termasuk yang ada kaitannya dengan kebutuhan anggaran ujarnya.
“Jadi harapan kami yang dibuat oleh Mas Nadiem, cetak biru itu adalah tahapan-tahapan dulu. Sebagai Menteri yang bertanggung jawab pada bidang pendidikan ia harus berani menyampaikan kepada Pak Jokowi sesuai amanat UU Sisdiknas.” ujarnya lagi
Selanjutnya dia berharap, pada era kepemimpinan Mendikbud milenial ini dapat mewujudkan cetak biru pendidikan Indonesia. Pasalnya, cetak biru pendidikan diharapkan ini bukan sekadar naskah, tetapi gambaran bagan rencana pendidikan beberapa tahun mendatang apa yang harus dicapai.
Selanjutnya founder Sekolah Cikal, ketika ditanya oleh Fathur (Host FGD dari HIPPER 4.0 & AGTIFINDO) mengenai pernyataan Najelaa Shihab disalah satu talkshow stasiun TV yang menyebut Indonesia sedang darurat pendidikan karena dunianya sudah berubah sedangkan kurikulumnya tidak berubah, apakah ini karena Indonesia tidak memiliki Cetak Biru Pendidikan ?
"Tak hanya virus korona (covid-19) yang mengalami kedaruratan, namun pendidikan Indonesia juga dalam masa gawat darurat. Masih banyak permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia, bahkan pendidikan berjalan tanpa adanya cetak biru, dikatakan gawat darurat karena kita terengah-engah." ujar Najeela dalam diskusi tersebut.
Untuk itu, Pemerintah harus dapat segera menerbitkan cetak biru pendidikan. Agar ada patokan yang jelas dalam mengelola pendidikan Indonesia dari berbagai aspek. Perbaikan dapat dilakukan secara bertahap, namun harus dimulai cetak biru tersebut, terutama pemerataan pendidikan, isu kesenjangan harus jadi tantangan utama yang terlihat nyata dalam cetak biru nantinya.
Terlebih pada masa darurat virus korona ini. Menurut Najelaa isu pendidikan Indonesia semakin menampakkan banyak hal yang harus dibenahi.
HIPPER 4.0 bersama AGTIFINDO dan EDUTECH Madrasah kembali menyelenggarakan dan menggelar Webinar dengan tema "STEAM : Pendekatan Pembelajaran Dalam Kenormalan Baru" pada hari Kamis, 17 Juni 2020...
Menyikapai Siaran Pers Mendikbud Nadiem Makarim Nomor 137/SIPRES/A6/vi/2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19: S...
Kemendikbud mengeluarkan SIARAN PERS Nomor: 137/sipres/A6/VI/2020 berbarengan dengan webinar yang dilakukan bersama dengan 4 Kementerian lainnya mengenai Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahu...